Kumpulan Tutorial: UAS - KAP - Curcol (amin rois)

UAS - KAP - Curcol (amin rois)


PUASA DI BULAN RAMADHAN
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas UAS pada
mata kuliah Komunikasi Antar Pribadi








Disusun oleh:

Amin Rois
108051000036

KPI 6B


JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011

PUASA DI BULAN RAMADHAN

Pada tulisan ini saya akan memulai dengan memperkenal diri saya. Nama saya Amin Rois, tapi sering dipanggil dengan “Amin”.  Saya lahir di Solo, Jawa Tengah. Ayah dan Ibu saya bekerja sebagai Guru Sekolah Dasar dengan status PNS. Saya anak kedua dari dua bersaudara. Karena tempat tinggak kami yang berpindah-pindah jadi keluarga dan tetangga kami pun banyak. Di desa seorang guru memiliki status sosial yang bisa dibilang tinggi. Ayah saya yang seorang guru agama Islam pun merangkap menjadi pemuka agama.
Kedua orang tua saya termasuk orang yang taat menjalankan agama. Bahkan saya bilang mereka fanatik dengan agama Islam. Saya dan kakak saya pun wajib dan harus menjalankan segala aturan agama. Sholat tepat waktu dan berjamaah menjadi hal yang sangat wajib dikeluarga saya. Puasa sunnah di hari Senin dan Kamis pun seolah menjadi wajib meskipun sebenarnya sunnah muakkad. Apalagi kalau bulan Ramadhan tiba, Tarawih berjamaah di masjid dan Al-Qur’an 30 juz tidaklah boleh kami tinggalkan. Sebuah adat yang menjadi seperti kewajiban di keluarga kami.
Sejak kecil saya dan kakak saya dikenalkan pada agama Islam begitu detail. Ayah saya yang menjadi guru agama di sekolah dasar pun menjadi lebih intens mengajari kami berdua, lebih dari yang lainnya. Setiap sore menjelang maghrib di hari-hari biasa ayah selalu mengajarkan sebuah sholawat nabi dengan berbagai riwayat. Alhasil masjid yang ada di dekat rumah kami tak pernah sepi dari lantunan sholawat menanti iqomat tiba. Anak-anak sebaya saya dan teman-teman kakak ikut meramaikan masjid tersebut. Tapi beberapa tahun terakhir ini, hal seperti itu tidak lagi saya temukan lagi lantunan sholawat pengiring iqomat itu. Setelah saya mencari tahu alasannya ternyata di kampungku beredar paham kalau sholawat pengiring iqomat itu bid’ah hukumnya.
Masa kecil di kampung memang menyenangkan menurut saya. Menjelang bulan Ramadhan tiba ada adat bancaan atau shodaqoh bersama di masjid maupun mushola. Di acara tersebut banyak orang, banyak teman, dan tentu saja banyak makanan. Sebagai anak kecil yang normal tentu saya suka mendapatkan makanan, begitu juga teman sejawat saya. Acara tersebut berisikan doa bersama menjelang ramadhan tiba. Terkadang juga diadakan secara besar-besaran dengan pengajian akbar di masjid jami’ (masjid utama di kampung), kadang juga hanya syukuran kecil-kecilan di tiap mushola atau bahkan di rumah pak RT.
Selain itu dulu semasa saya masih kecil ada adat padusan, yaitu mandi besar yang diikuti oleh anak kecil dan para laki-laki yang diadakan di sungai terdekat. Namun sekarang tradisi padusan sudah jarang diadakan. Terakhir saya melihat acara tersebut saat saya menduduki bangku kelas 6 SD.
Seperti sabda Nabi Muhammad, “awal Ramadhan adalah berkah, di pertengahan Ramadhan adalah ampunan, dan di akhir Ramadhan adalah dibukanya pintu Surga”. Awal Ramadhan memang berasa sangat berkah, baik saya, keluarga, maupun tetangga semuanya. Silaturahmi yang ketika di luar bulan Ramadhan adalah hal yang sangat jarang, maka di bulan ramadhan banyak orang yang silaturahmi. Kalau dulu biasanya silaturahmi secara langsung (door to door) tapi sekarang yang paling sering adalah lewat sms.
Aktivitas di saat Ramadhan pun berbeda dengan biasanya. Seperti layaknya tempat di Indonesia, kampungku serasa menjadi kampung santri. Langgar – Musholla – Masjid – Majlis Ta’lim seperti bunga sakura di musim semi. Semuanya berlomba-lomba mengadakan pengajian, kajian, khataman qur’an, sholawatan dan lain-lain. TPA –TPQ dan tempat belajar ngaji pun juga ramai jamaahnya. Terkadang saya sendiri senang tapi heran kenapa hanya bulan ramadhan saja hal seperti itu terjadi.
Di dalam rumah pun lebih ketat lagi kegiatannya. Satu jam sebelum sahur saya dan kakak dibangunkan. Hal yang wajar, kami susah bangun, jadi setengah jam kemudian kami baru sadar dan siap untuk sholat tahajud. Di sisi lain ibu bangun lebih awal. Tentu saja menyiapkan sahur untuk keluarga. Setelah itu baru lah kami sahur bersama. Kami biasa sahur beberapa menit sebelum imsak.
Seusai sahur lalu ngaji dan kemudian sholat subuh dan ngaji lagi sampai menjelang fajar. Setelah itu aktivitas seperti biasa sampai tengah hari. Setelah dhuhur  ngaji lagi dan ditutup dengan tidur siang. Ashar di masjid sembari di TPA. Aktivitas tersebut wajib dilakukan di keluarga saya. Sampai saya terkadang merasa menganggapnya sebagai rutinitas saja.
Pengalaman puasa dan batal puasa pernah saya dapatkan dari kecil. Entah itu karena teman atau karena saya sendiri. Beberapa tahun yang lalu pun saya juga pernah batal puasa karena memang saya tidak kuat pada hari itu. Pada saat itu saya dan teman-teman mengadakan pesantren ramadhan anak yang kurang beruntung; yaitu pesertanya dari anak yatim, anak jalanan, anak terlantar dan anak-anak yang kurang beruntung lainnya.
Di acara tersebut saya mendapatkan banyak pencerahan tentang dunia lain yang ternyata seharusnya agama saat ini seharusnya bukan untuk di perdebatkan. Masih banyak orang yang perlu untuk dipahamkan tentang agama. Dari  cerita-cerita yang keluar dari mulut kecil anak-anak peserta pesantren ramadhan, saya bisa menangkap kalau agama menurut mereka adalah sesuatu yang sangat eksklusif. Maksud saya agama lebih patut dimiliki oleh orang-orang yang berduit dan orang-orang yang mapan.
Saya merasa seakan selama ini saya tertidur pulas dalam kemapanan agama. Padahal ada sisi lain yang mesti diperhatikan. Meskipun mereka dalam undang-undang Indonesia dikatakan akan ditanggung oleh negara, tapi kenyataan yang saya dapatkan adalah mereka lebih disia-siakan oleh pemerintah. Di dalam al-qur’an sendiri disebutkan kalau kita harus menyantuni anak yatim dan faqir miskin.
Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak saya, akankah mereka adalah memang ada dalam suratan takdir Tuhan? Bukankah Tuhan selalu menciptakan segala sesuatu dengan manfaat yang pasti? Atau kali ini tuhan hanya menciptakan mereka sebagai penyeimbang makhluk yang ada di dunia ini? Dan pertanyaan-pertanyaan lain dalam diri saya sendiri.
Selama dua minggu acara tersebut berlangsung. Saya bersama teman-teman yang jumlahnya kisaran 30-an orang sebagai pendamping. Tiap kelompok didampingi oleh dua pendamping dan 20-an anak. Dalam dua minggu tersebut bagi kami adalah tempat untuk berbagi ilmu. Tapi dua minggu tersebut bagi anak-anak peserta pesantren ramadhan adalah tempat untuk istirahat. Memang bagi mereka pesantren ramadhan tersebut sebagai tempat istirahat.
Hanya saja yang menjadi ganjalan saya adalah ketika para pendamping harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mendampingi anak-anak khusus tersebut. Beberapa teman tidak kuat dengan keadaan tersebut. Dan akhirnya beberapa dari kami puasanya tidak sampai sore atau dengan kata lain puasanya batal. Padahal para peserta banyak yang kuat sampai sore.
Saya khusnudhon atau berprasangka baik kalau memang teman-teman saya tidak kuat sampai sore, tapi hal tersebut diketahui oleh beberapa anak. Yang muncul adalah pertanyaan “kalau pembinanya saja tidak puasa, lalu kenapa peserta musti puasa”. Alhamdulillah sampai akhir acara selama dua minggu saya kuat puasa.
Motivasi dari peserta yang mereka adalah anak jalanan dan anak kurang beruntung lainnya mengikuti pesantren ramadhan terlalu rumit untuk dijelaskan satu persatu. Yang pasti adalah karena adanya reward yang diberikan kepada anak-anak tersebut. Seperti baju lebaran, sarung lebaran, bahan makanan dan kue lebaran dan lain-lainnya. Reward tersebut pun menjadi banyak sekali kelanjutannya, ada yang dikarenakan ingin memberi reward tersebut kepada adik atau mama di rumah sebagai hadiah lebaran.
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka utama dari model ini, menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut, “asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya.” Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.
Peserta yang rata-rata berusia 7-13 tahun tersebut seolah menjadi dewasa sebelum waktunya. Komunikasi antar personal pun menjadi kunci utama untuk membuat anak-anak tersebut betah di dalam pesantren ramadhan. Kondisi peserta dan pendamping yang secara background dan basic pendidikan, sosial, geografis dan lain-lain yang berbeda tentu menjadi hal tersendiri dalam pesantren.
Dalam pergolakan yang begitu rumit di bulan ramadhan hal yang paling menarik bagi saya saat itu adalah mengenalkan bahwa puasa ini untuk mengendalikan hawa nafsu dan melatih kesabaran. Saya sendiri bingung, apakah puasa ini lebih efektif untuk melatih hawa nafsu dibandingkan kehidupan sehari-hari dari anak-anak peserta pesantren. Terakhir saya menutup tulisan ini dengan statemen bahwa sebenarnya di dunia ini tidak ada yang namanya ikhlas dengan tanpa mengharapkan reward, karena ikhlas sendiri minimal adalah mengharap balasan dari Tuhan.

DAFTAR BACAAN
·         http://syafii.wordpress.com/2007/05/09/hikmah-berpuasa.html/
·         http://www.dhuha.net/id/content/islam/counseling/puasaku.html/
·         Budyatna. 1994. Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Universitas Terbuka
·         Liliweri, Alo. 2000. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
·         Sismono. 2010. Puasa. Jakarta: Penerbit Republika
·         Supratiknya, A. 1995. Tinjauan Psikologis Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta. Kanisius

No comments:

Post a Comment

Copyright © Kumpulan Tutorial Urang-kurai