Soskomas: “Provocative Proactive” Metro TV Bulan Mei 2011
ditulis oleh Deddy Sussantho (108051000050)
   
   
Analisa: Fenomena Koin Prita merupakan efek positif dari media massa, yang mana  dapat menggerakkan rasa simpatik orang banyak untuk membantu seseorang.  Terjadi proses protes masyarakat terhadap kebijakkan Rumah Sakit OMNI  yang terasa tidak adil lantaran memberatkan Prita yang notabene sebagai  korban. Media massa di sini berperan sebagai mediator antara Prita dan  masyarakat.
KUMPULAN TAJUK PROGRAM
“PROVOCATIVE PROACTIVE” METRO TV
Kamis, 26 Mei 2011 (23:37 WIB)
Topik: -
Pada edisi ini, tidak diberi tajuk secara khusus seperti minggu-minggu sebelumnya. Namun demikian, pada edisi ini menggunakan setting panggung yang cukup mudah untuk diingat, yakni suasana ruang redaksi  harian ‘Lampu Kuning’ (plesetan harian Lampu Hijau yang biasa memuat  berita-berita kriminal). Kala itu, dengan bercanda mereka menyangkut  pautkan tentang menurunnya angka penjualan harian yang mengangkat isu  kriminal lantaran tersaingi oleh harian yang mengangkat isu politik.  Lalu dengan serta-merta mereka berujar bahwa antara politik dan kriminal  tidak jauh berbeda. Hal ini didasarkan karena adanya beberapa kasus  politik yang berujung pada tindak kriminal. Sebaliknya, ada pula tindak  kriminal yang dilatarbelakangi oleh politik.
Selain  itu, mereka pun berkelakar tentang kasus korupsi M. Nazaruddin yang  seolah masih licin dari hukum lantaran KPK masih belum tegas untuk  menyidiknya. Kemudian, baru-baru ini KPK seperti ‘terbangun’ dalam kasus  ini setelah mengetahui M. Nazaruddin melancong ke Singapura.
Kamis, 19-Mei-2011 (23:37 WIB)
Topik: ”Reformasi in pieces”
Pemahasan edisi ini adalah tentang tanggal 20 Mei, yang mana dikenal sebagai hari Kebangkitan Nasional. Namun, apakah benar Indonesia ini sudah bangkit secara nasional? Sementara  semua tahu, bahwa Indonesia memiliki banyak celah untuk dikoreksi  kekurangannya lantaran pemerintah yang kurang pandai dalam mengelola dan  menjaga stabilitas negara.
Selain  itu, di edisi ini juga menyindir pernyataan staf ahli presiden bidang  bencana yang mengatakan bahwa akan ada gempa dan sudah dapat diprediksi.  Sungguh aneh pertanyaan ini, mengingat siapa yang dapat memprediksi  gempa? Bahkan selama ini tidak ada cerita ada orang yang dapat  menghindari gempa di dunia ini.
Kemudian  ada pun sebuah kritikan terhadap hasil survey Indobarometer yang  menyatakan bahwa pemerintahan Orde Baru, Soeharto, menjadi presiden yang  digemari oleh masyarakat. Hasil survey ini seakan menginjak-injak  kehormatan para pejuang ’98 terdahulu, yang mana sangat keras berjuang  menumbangkan rezim Orde Baru yang saat itu dinilai tidak pro-rakyat.  Muncul sebuah kecurigaan, bahwa dalam prakteknya, survey yang dilakukan  hanya mengambil sample dari anak-anak atau remaja yang notabene tidak atau kurang paham Orde Baru secara mendalam. 
Kamis, 12 Mei 2011 (23:25 WIB)
Topik: “Men sana in koruptor sono”
Edisi  kali ini mengangkat sebuah tanda tanya besar terkait website DPR yang  beralamatkan dpr.go.id yang sangat dikeluhkan oleh orang banyak lantaran  mahal tapi tidak dimanfaatkan secara optimal. Hal ini berkaitan dengan  pernyataan seorang peneliti dari Indonesia Budget Centre, Roy Salam,  bahwa DPR berkewajiban memublikasikan setiap kegiatan yang dilakukan  atau produk yang mereka hasilkan melalui teknologi informasi yang dapat  diakses setiap orang. Namun, menurut dia, para anggota Dewan kurang  memanfaatkan teknologi yang mereka miliki. Padahal, biaya yang  dikeluarkan untuk membangun infrastruktur teknologi informasi bagi DPR  itu, kata Roy, tidak sedikit.
Menurut Roy, berdasarkan DIPA Setjen DPR 2010, biaya pemeliharaan jaringan sistem informasi website resmi DPR, yakni www.dpr.go.id, pada 2010 berkisar Rp 9,75 miliar, yang terdiri dari biaya pembayaran provider website senilai Rp 8,4 miliar per tahun dan biaya pemeliharaan situs www.dpr.go.id senilai Rp 1,3 miliar.
Roy  juga menilai, DPR telah melakukan pemborosan dengan tidak memanfaatkan  secara maksimal teknologi yang sudah mereka miliki. Apalagi, biaya yang  dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur itu tidak murah. Contoh lain  kurangnya pemanfaatan teknologi oleh DPR, kata Roy, adalah terkait  penggunaan perpustakaan DPR. Sedianya, perpustakaan tersebut dapat  menjadi sarana mencari informasi terkait rancangan undang-undang yang  tengah dibahas. Namun, DPR seolah lebih senang melakukan kunjungan kerja  ke luar negeri ketimbang mencari informasi dari perpustakaan.
"Biaya untuk pembayaran provider website informasi  perpustakaan per tahun pada 2010 sebesar Rp 660 juta atau Rp 55 juta  per bulan. Promosi perpustakaan per tahun sebesar Rp 192 juta atau Rp 16  juta per bulan," katanya. Pernyataan ini ditilik dari kompas.com  (8/5/2011).
Kamis, 5 Mei 2011 (22:12 WIB)
Topik: “Jalan-jalan TK Senayan”
Edisi  ini membahas segala hal tentang DPR, mulai dari jalan-jalan di masa  reses, pelemahan KPK, dan gedung baru DPR. DPR dirasa kurang memahami  penderitaan rakyat dengan memboroskan uang rakyat begitu saja demi  kesenangan pribadi. Padahal, rakyat pun masih sulit untuk makan, cari  tempat tinggal, dan lain sebagainya. Sementara anggota dewan malah  asik-asikan jalan-jalan dan menuntut fasilitas lebih untuk bekerja. Lain  itu, tuntutan itu pun tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas kerja  mereka.
Bahkan,  ada di antara anggota DPR yang kala itu mengajak seluruh anggota  keluarganya dalam tugasnya ke luar negeri, seolah menjadikan tugas  sebagai rekreasi keluarga. Dan sebelumnya pun ada yang pergi ke Sydney  hanya untuk menonton pertandingan piala dunia. Jelas para wakil rakyat  seolah lupa siapa yang mereka wakilkan dan siapa yang mereka  perjuangkan.
NOMOR TIGA:
POPULAR CULTURE DALAM MEDIA MASSA
PEMAPARAN POP CULTURE PADA KOMIK PETRUK-GARENG 
KARYA TATANG SUHENDRA
Ada  satu komik klasik yang begitu populer pada tahun 80 sampai 90-an, yakni  komik petruk gareng karya Tatang Suhendra. Komik tersebut terdiri dari  beberapa halaman dari kertas kualitas rendahan. Pun demikian, ceritanya  begitu menarik dan kocak. Biasanya, yang paling banyak diangkat pada  komik ini adalah soal hantu. Mulai dari pocong, wewe gombel, sampai  genderuwo.
Tatang  S. Tatang S. atau bernama lengkap Tatang Suhenra sudah kadung populer  dengan komik Gareng-Petruknya. Komik Petruk-Gareng bikinan Tatang S. ini  benar-benar jadi hits di era 80-an. Tokoh Petruk dan Gareng  sebenarnya bukan tokoh baru di dunia komik Indonesia. Jauh sebelum  Tatang, sudah banyak juga yang membuat komik dari tokoh punakawan dalam  cerita pewayangan ini, misalnya saja HAB, Hidayat Sujana, Rachman,  Rowing, Rini A.S, dan tentu saja Indri S. 
Meski  demikian, Petruk-Gareng garapan Tatang jadi yang paling eksis lantaran  keunikan karakter dan kesederhanaan cerita yang dibawakan juga menjadi  nilai plus Tatang dengan Petruk dan Gareng.
Kabarnya,  pada era 70-an, berkat karya-karyanya yang populer, Tatang S pernah  menjadi komikus yang honornya paling tinggi di Bandung. Ia hadir di  semua periode komik Indonesia, mulai dari era komik silat era 60, 70-an,  Punakawan (Petruk-Gareng) pada era 80-an, hingga era komik agama  (surga-neraka) pada era 90-an. Sayangnya, karena ambisinya terlalu  besar, ia sering berselisih dengan rekan-rekannya.
Puncaknya, berawal dari pindahnya Ganes TH (komikus yang membuat Si Buta dari Gua Hantu)  ke penerbit lain. Penerbit yang ditinggalkan sakit hati. Si penerbit  tersebut kemudian merekrut Tatang S untuk membuat tandingan Si Buta dari Gua Hantu. Tatang S menerimanya, ia lalu membuat Si Gagu dari Goa Hantu. Perkomikan nasional langsung heboh dengan terbitnya komik ini. Hasilnya, Si Gagu dibredel,  hanya sempat terbit tiga edisi. Belum selesai sampai di situ, sejak itu  karier Tatang sebagai komikus silat hancur karena menjadi korban  permainan penerbit. Hal tersebutlah yang membuat Tatang pindah ke  Jakarta, dan kembali berkomik.
Selanjutnya,  era 80-an, derasnya komik dan bacaan asing yang masuk ke Indonesia,  membuat banyak penerbit memilih menerbitkan komik terjemahan. Kondisi  ini membuat banyak komikus banting setir. Tatang tetap berkomik bersama  penerbit kecil di bilangan
Pasar  Senen bernama Gultom Agency. Meski ‘bermain‘ di bacaan kelas menengah  ke bawah, oplah cetaknya bisa mencapai 10.000 eksemplar. Di sanalah  Tatang mulai membuat komik Gareng-Petruk dan kembali eksis dalam kancah  komik.
Layaknya  seleb saat ini, hingga akhir hidupnya, Tatang tak lepas dari rumor.  Kabarnya, Tatang meninggal karena kencing manis. Ada cerita yang  menyebutkan bahwa penyakit tersebut muncul dari kebiasaan Tatang bekerja  di malam hari dan terlalu banyak minum cola. Selesai sampai di  situ? Tidak. Masih ada rumor yang tak kalah heboh tentang Tatang.  Kabarnya, nama Tatang S itu bukan nama asli. Itu nama hoki. Bahkan,  kabarnya Tatang S pernah mengganti nama cover menjadi Monik, Ronny, atau Rena. Tujuannya Agar pembaca tidak bosan. Meski demikian, nyatanya, nama Tatang S. yang paling laku.
Ciri Khas Tokoh Gareng-Petruk
Dengan  tema cerita yang beragam dan sederhana, mulai dari soal pekerjaan,  pacar, korupsi, uang, sampai horor, komik Petruk-Gareng karya Tatang  memang unik. Petruk dan Gareng sendiri menggambarkan ciri orang  pinggiran kota, punya impian, harapan, sekaligus kesialan rakyat kecil  yang tergilas oleh pembangunan yang kejam. Petruk-Gareng sering  diceritakan sebagai pengangguran, kerja serabutan, suka utang, dan rajin  memancing ikan untuk mengisi waktu luang. Meski selalu ‘tong-pes‘,  mereka adalah anak muda yang menantikan malam minggu untuk ‘ngapel‘  pacar-pacar mereka; fashionable, perayu ulung, dan cinta tanah  air. Karena rajin meronda setiap malamnya walau sering diganggu makhluk  halus dan bagian ini kemudian kerap menjadi ide utama cerita tersendiri  komik Petruk-Gareng.
Dari Pocong Sampai Tuyul
Tatang  S. punya jurus hebat untuk meraih hati pembaca komik garapannya. Salah  satunya adalah dengan mengambil cerita-cerita yang dekat dengan  kehidupan pembacanya. Itu dibuktikan dengan hadirnya tema-tema horor  yang menampilkan makhluk halus dalam lakon Petruk dan Gareng.
Tinggal di Kampung Tumaritis, Petruk dan Gareng adalah sosok yang riang, ramah, ‘sotoy‘,  pemberani sekaligus penakut, dan percaya hal-hal mistik. Lihat  bagaimana kocaknya ketika keduanya bertemu wewe gombel, pocong, atau  genderuwo sepulang mengantarkan cewek yang baru dikenalnya. Atau, cewek  yang digodanya ternyata berubah menjadi makhluk menyeramkan dan bikin ‘sport jantung‘.
Uniknya,  penggambaran makluk halus ala Tatang ini sungguh sederhana, sesuai  dengan pendapat umum. Ambil contoh wewe gombel, di komik-komik  Petruk-Gareng kerap digambarkan sebagai makluk besar, lidah menjulur,  mata melotot, bertaring, dan payudara besar menggelantung ditutupi  rambut yang menjuntai hingga kaki. Begitu sederhana, tapi cukup bikin  deg-deg-an pada saat saya membacanya saat kecil. Lain dari itu, para  makhluk halus tersebut kerap digambarkan hadir pada malam hari, utamanya  Jumat Kliwon.
Meski  mengangkat tema cerita horor dengan ilustrasi makhluk yang menyeramkan,  komik-komik Petruk-Gareng ini laris manis di pasar. Bacaan ringan yang  menghibur, utamanya dengan kekocakan laku Petruk dan Gareng sebagai  tokoh utama dan Semar sebagai sang bijak. Di situlah kekuatan komik  Petruk-Gareng edisi horor garapan Tatang; Tatang mampu menggubah nuansa  horor menjadi lucu, tapi tetap berkesan.
Teknik Gambar, Cerita dan Kesederhanaan Tatang
Teknik  gambar dengan goresan dan siluet hitam-putih nan sederhana, ditingkah  cerita dan banyolan norak khas jamannya, justru menjadi ketagihan  tersendiri setiap menikmati komik Petruk-Gareng. Selain itu, layaknya  seniman yang bertanggung jawab dengan karyanya, Tatang selalu muncul  dengan petuah bijak yang diutarakan lewat tokoh-tokohnya. Petuah Tatang  sangat positif untuk siapapun, dari anak-anak hingga orang dewasa.  Karena dikemas dalam cerita sederhana dan keseharian (cerita yang dekat  dengan pembaca), petuah itu tidak terkesan menggurui.
Superhero di Mata Tatang
Di samping cerita keseharian dan horor, tema superhero juga kerap menjadi ide cerita Tatang yang dituangkan dalam komik Petruk-Gareng. Superhero adalah  orang yang memiliki kemampuan super dan berjiwa heroik. Hal ini cocok  untuk Gareng dan Petruk yang lugu dan polos. Uniknya, dengan sentuhan  Tatang, superhero-superhero itu menjadi konyol meski juga kerap  menolong orang-orang yang kesusahan. Contohnya bisa Anda lihat saat  Petruk menjadi Batman Tumaritis. Tidak hanya menjelma Batman, Petruk dan  Gareng bisa mewujud apa saja, mulai dari Goshogun, Street Hawk,  Megaloman, Ksatria Baja Hitam, dan lain-lain. Namun, tentu saja sudah  dilokalkan oleh si empunya komik. Kasusnya pada Street Hawk. Versi  aslinya bercerita tentang polisi bernama Jessie Mach yang menjalani tes  rahasia proyek pemerintah bernama Street Hawk. Norman Tuttle adalah  rekannya yang mendisain sepeda motor di proyek ini. Jessie yang  menjalankan motor melintasi jalanan Los Angeles, sementara Norman di  komputer memberi komando. Berdua mereka memerangi kejahatan di Los  Angeles. Sementara dalam versi Tatang, Gareng yang mengendarai motor,  sementara Semar memberi komando dari komputer. Berdua mereka memerangi  kejahatan di Pamanukan, Subang. Selain memerangi kejahatan, Street Hawk  juga mengantar pak guru Petruk agar tidak terlambat ke sekolah.
Figur Orang-orang di Hukum Tuhan
Tidak  hanya komik Petruk-Gareng yang menjadi perhatian saat mengulas nama  Tatang S., komik surga-neraka garapan seniman inipun menarik untuk  dibicarakan. Tatang adalah satu dari sekian banyak komikus yang  mengangkat tema religi, utamanya surga neraka.
Komik-komik  bertema surealis ini marak di era 90-an awal. Digambarkan, surga berisi  orang-orang yang penuh kedamaian, sementara neraka dipenuhi orang-orang  tersiksa dengan berbagai hukuman yang mengerikan. Dengan imajinasi  tentang neraka dan surga, Tatang melalui komik-komiknya kerap  menghadirkan cerita stereotipe mengenai orang-orang yang dihukum oleh  Tuhan akibat perbuatannya semasa hidup di dunia, misalnya: ingkar  terhadap Tuhan, durhaka, korupsi, munafik, dan tabiat buruk lainnya.  Penggambaran ini dapat disimpulkan sebagi wujud keprihatinannya terhadap  situasi negeri ini.
NOMOR EMPAT:
DUA INDIVIDU YANG MENGALAMI EFEK MEDIA MASSA SECARA POSITIF DAN NEGATIF
FIKROH, PATAH TULANG AKIBAT DIBANTING TEMANNYA SAAT HENDAK MENIRU ADEGAN SMACK DOWN DI TELEVISI
Sejumlah  siswa di berbagai daerah di Indonesia belakangan ini diberitakan  menjadi korban tayangan Smack Down di televisi, rupanya terjadi pula di  Balikpapan. Adalah Fikrotul Haqqurrota A’yun atau biasa disapa  Fikroh, bocah 7 tahun putra Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan Ali Manshur,  jadi korban smack down teman sekolahnya. 
Tidak  tanggung-tanggung, Fikroh yang merupakan murid Kelas II Sekolah Dasar  Terpadu (SDT) Al-Aulia Karang Bugis itu harus dilarikan ke RS Tentara Dr  R Hardjanto karena mengalami patah tulang kaki. Selain itu, sendi paha  Fikroh pun tergeser 5 milimeter dan tulang pahanya retak.
“Bahkan  pergelangan tangannya sempat terkilir. Sedih juga melihat dia kesakitan  seperti ini,” ujar Ali Manshur saat ditemui Kaltim Post di Ruang  Sungkai RS Tentara, tempat Fikroh dirawat.
Yang  menarik, kejadian smack down itu ternyata berlangsung Senin (20/11)  lalu, sebelum akhirnya ketahuan Minggu (26/11) saat Ali Manshur membawa  anaknya untuk di foto rontgen di RS Tentara.
“Dia  tidak cerita. Tapi sekitar dua hari setelah kejadian, Fikroh mengaku  kesakitan. Katanya pahanya sempat diinjak teman sekolahnya. Saya pun  kaget karena dia panas dingin dan pahanya bengkak. Kebetulan ibunya juga  masuk rumah sakit (Tentara) karena kakinya infeksi, makanya sekalian  saya rontgen,” jelas Manshur.
Barulah  diketahui kakinya patah dan sendi pahanya tergeser serta tulang pahanya  retak. “Setelah diperiksa dan ada hasilnya, baru Fikroh cerita jika  Senin lalu dirinya yang sedang baca buku di luar kelas tiba-tiba  dibanting temannya dari belakang. Fikroh pun coba melawan dengan  menggigit telinganya. Di saat itulah kedua temannya datang karena  mengira sedang bermain Smack Down dan menginjak-nginjak pahanya,” kata  Manshur.
Hingga  kemarin, Fikroh masih terbaring lemah di RS Tentara. Sehari sebelumnya,  Fikroh menjalani operasi pemasangan gips. “Karena sendi pahanya  tergeser, makanya pahanya digips. Alhamdulillah kondisinya mulai membaik  walau Fikroh masih terus merintih kesakitan,” tambahnya.
Sementara  itu, dari informasi yang dikumpulkan Kaltim Post, ketiga teman Fikroh  tersebut adalah rekan satu kelasnya di SDT Al-Aulia. Oleh pihak sekolah,  identitas ketiganya dirahasiakan untuk menjaga mental belajar mereka.  Walau demikian, dari beberapa sumber menyebutkan ketiganya adalah Wah  (7), Ham (8) dan Geo (8). Saat ini ketiganya masih tetap masuk sekolah  seperti biasanya.
Kronologisnya,  Wah adalah bocah yang pertama kali ingin membanting Fikroh. Saat coba  dilawan Fikroh, Ham dan Geo yang badannya dua kali lebih besar dari  Fikroh langsung membantu Wah. Setelah itu terjadilah Smack Down bak  tayangan di televisi.
Analisa: Cerita di atas merupakan bukti nyata efek buruk dari media massa.  Tayangan yang ditonton oleh teman-teman Fikroh merupakan tayangan yang  menampilkan adegan-adegan kekerasan. Terjadi proses indentfikasi,  kemudian imitasi perilaku. Secara emosional, teman-teman Fikroh  terdorong menjadi tokoh yang terdapat di acara Smack Down,  sebagaimana yang mereka lihat di televisi. Alhasil, mereka mencoba  mempraktekkan apa yang mereka lihat kepada Fikroh, meskipun berakibat  fatal, yaitu Fikroh menjadi patah tulang karenanya. 
FENOMENA KOIN PEDULI PRITA MULYASARI: MENDULANG DUKUNGAN LEWAT MEDIA MASSA
Apabila  kita menengok kembali bulan Desember 2009 lalu, maka kita akan  menemukan satu fenomena atas efek media massa pada fenomena Koin Peduli Untuk Prita Mulyasari.  Kala itu, banyak kalangan yang simpatik kepada Prita. Ibu rumah tangga  yang juga sebagai blogger aktif selama ini. Harus mengahadapi jerat  hukum perdata, dengan tuduhan pencemaran nama baik terhadap rumah sakit  OMNI international.
Mengenai  benar tidaknya tuduhan pencemaran nama baik tersebut. Pihak Prita dan  OMNI Telah melalui proses persidangan yang cukup panjang. Sampai  akhirnya prita di tuntut dengan hukuman perdata, ia harus membayar ganti  rugi sebesar 204 juta. Tentu saja ini bukan uang sedikit bagi prita.  Oleh karena itu, pihak Prita berencana naik banding bila perlu sampai  tingkat kasasi.
Terlepas dari itu, di luar dugaan, upaya solidaritas ini diakomodir melalui media massa, baik media elektronik, cetak, dan online.  Ternyata dengan begitu solidaritas berbagai kalangan terhadap prita  justru bermunculan. Berbagai elemen masyarakat mulai melakukan  penggalangan dana untuk membayar tuntutan ganti rugi terhadap prita.
Posko-posko  Koin Peduli Prita mulai ramai. Mulai dari pemulung sampai anggota dewan  turut menyumbangkan dana untuk prita. Hal ini membuat prita sangat  terharu dan bersyukur, bahwa masih banyak orang yang merasa peduli  terhadap kasusnya.
Sungguh  luar biasa respon masyarakat terhadap Prita. Penggalangan dana, yang di  ikuti dengan rasa simpatik yang tinggi dari masayarakat, maka koin  peduli prita seakan berjalan tanpa hambatan. Jumlah yang terkumpul  mencapai hingga ratusan juta.
 

 
 
No comments:
Post a Comment