Soskomas: Analisis Data-data/Kasus di Media Massa
Ditulis oleh Ani Belasa Fitri (108051000051)
ANALISIS DATA-DATA/KASUS DI MEDIA MASSA 
DAN PENGALAMAN INDIVIDU, KELOMPOK, DAN KOMUNITAS
BAB I
Kegiatan  komunikasi massa adalah objek studi sosiologi yang penting, lantaran  komunikasi massa ini merupakan bentuk kegiatan sosial, dan menjadi  lingkup bahasan sosiologi. Komunikasi massa bersentuhan langsung dengan  masalah-masalah nyata yang terjadi di tengah masyarakat. Hamper setiap  hal di tengah masyarakat ada kaitan dengan komunikasi massa. Komunikasi  massa membantu masyarakat untuk mengetahui apa yang yang sedang  terjadi.selain itu juga dapat menyalurkan aspirasi-aspirasi masyarakat.
Namun  saying menurut buku sosiologi komunikasi massa menyatakan dari kalangan  sosiologi terhadap komunikasi massa belum cukup memuaskan. Disebabkan  karena bidang bahasan sosiologi tentang komunikasi massa begitu luas dan  pada akhirnya pembahasan sosiologi tentang masalah komunikasi massa  kurang spesifik.
Duncan  (1967) mengemukakan bahwa kajian sosiologi komunikasi tidak lagi cukup  hanya sekedar untuk mengatakan “masyarakat eksis dalam komunikasi”. Yang  perlu justru kajian yang menunjukkan bagaimana masyarakat eksis dalam  komunikasi massa. Menurut McQuail kajian sosiologi mengenai komunikasi  massa yang ada sejauh ini baru dalam bentuk yang tidak sistematik.[1]     
             Oleh kerena itu dalam materi ini saya akan mencoba membahas sosiologi  komunikasi massa dari analisis data dari kasus-kasus di media massa dan  pengalaman individu, kelompok, dan komunitas. Selain itu saya juga akan  memilih materi nomer 1, 2, dan 3. Yang berkaitan dengan media cetak,  masyarakat tradisonil dilingkungan Kota Depok, dan terakhir masalah  budaya massa seperti keseninan Betawi yaitu alat musik gong yang di beri  nama “Gong si Bolong” mau tahu lebih lanjut materi ini silahkan membaca  makalah ini. Semoga dapat bermanfaat untuk kita semua. kritik dan saran  yang membangun saya terima. Terimakasih. 
BAB II
PEMBAHASAN
ANALISIS ISI PESAN MEDIA CETAK “MEDIA UMAT” 
EDISI 54, 29 RABIUL AWWAL-12 RABIUL AKHIR H/4-17 MARET 2011
A.     Editorial “Menggugat Jalan Demokrat”
Dalam editorial ini berikut inti mengenai apa yang dibahas dalam menggugat jalan demokrat. 
Pergolakan  di Timur Tengah menunjukkan kegagalan jalan demokrasi untuk melakukan  perubahan yang substansial. Selain itu ritual demokrasi ini mengandung  banyak persoalan. Yang mendasar adalah bahaya ideologis. Demokrasi  dengan pilar rakyat, telah menjadikan sumber hukum adalah akal dan hawa  nafsu manusia atas nama rakyat.[2]
Demokrasi  juga menjadikan alat untuk memperkuat intervensi asing lewat tokoh dan  parpol yang didukung barat, menimbulkan konflik masyarakat, internal  parpol, dan antarparpol. Pemerintah dan elit politik yang tepilih juga  tidak pernah fokus mengurus rakyat karena sibuk mengurus perpanjangan  kekuasaan.  
Pesan-pesan dari “Menggugat Jalan Demokrat”
1.      Demokrasi untuk melakukan perubahan yang substansial yang terjadi di Timut Tengah menunjukkan kegagalan.
2.      Demokradi  merupakan racun pemikiran yang terus ditebarkan di tengah umat Islam,  kalau ingin mengubah harus masuk parlemen, harus bergabung dengan ritual  demokrasi.
3.      Biaya  demokrasi yang mahal menjadi pintu bagi politik transaksional yang  menumbuh suburkan money politik, praktik kolusi, dan korupsi.
B.     Tajuk/Rubrik “Benteng-Benteng Ahmadiyah”
Isi  singkat tajuk benteng-benteng Ahmadiyah, mereka tak peduli ahmadiyah  merusak islam, yang penting aliran sesat itu harus dilindungi oleh  negara. Salah satu tokoh ahmadiyah Ulil Abshar Abdalla, aktivis liberal  yang kini menjadi pengurus Partai Demokrat, tak setuju ahmadiyah  dikeluarkan dari Islam. Menurutnya ahmadiyah hanyalah berbeda dalam  konsep kenabian sementara mereka tetap melaksanakan semua rukun Islam  yang lima.[3]
Setali  tiga uang dengan Ulil, mantan rektor UIN Jakarta Azyumardi Azra  menyatakan, pembubaran ahmadiyah bertentangan dengan UUD 1945 yang  menjamin kebebasan beragama, berserikat, dan berkumpul. Ia meminta  masyarakat tak alergi terhadap terhadap keberadaan ahmadiyah. Azyumardi  percaya, ahmadiyah tak merusak agama Islam.   
Pesan-pesan dari “Benteng-Benteng Ahmadiyah”
1.      Kaum liberalis selalu membela ahmadiyah. Mereka sekarang menggugat ratusan ayat Al-Qran yang dianggapnya salah. 
2.      Setiap  manusia memiliki hak untuk hidup dengan keyakinannya tanpa diggangu  pihak lain. Patokannya adalah hak asasi manusia (HAM).
3.      Sesat tak sesat adalah urusan Tuhan “kami menolak negara ikut mengurusi hati dan keyakinan warganya” kata Johan Effendy.
C.     Tajuk/Rubrik “1001 Liberalkan Indonesia”
Tajuk  1001 Liberalkan Indonesia berisi kalangan liberal berusaha membangun  sebuah sistem yang kondusif bagi berkembangnya paham liberal dengan  berbagai cara secara terus menerus. Para pendukung setia liberal sangat  marah ketika MUI tahun 2005 mengeluarkan fatwa tentang keharaman  pluralisme, libralisme, dan sekularisme agama. Seperti Ulil Abshar  Abdalla sempat menyatakan MUI tolol dan ngawur. Dan keras memaksa  berbagai cara, mencerca MUI yang berbeda pendapat dengan mereka.[4]
Ujung  dari semua serangan dan rekayasa itu adalah membangun paradigma  berpikir baru bagi umat Islam Indonesia yang keluar dari frame dasar  Islam. umat Islam diarahkan agar rela berpikir cara barat. Dengan  begitu, mereka bisa menerima apapun yang datang dari barat yang kafir  tanpa ada resistensi sedikit pun. Kalau sudah demikian, barat bisa tetap  aman mengangkangi negeri Muslim dan mengeruk seluruh kekayaan alamnya.  Inilah bahaya liberalisme yang sesungguhnya.  
Pesan-pesan dari “1001 Liberalime Indonesia”
1.      Para  liberal menilai UU nomor 1 PNPS Thun 1965 bertentangan dengan HAM  karena di dalamnya ada larangan “untuk tidak menceritakan, menganjurkan  mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatau agama  yang di anut di Indonesia (Islam) atau melakukan kegiatan keagamaan dari  agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu”.
2.       Liberal  berusaha menguasai opini di media massa dengan mengarahkan bahwa  ahmadiyah hanyalah korban, karenanya harus dilindungi. Yang bersalah  adalah umat Islam, yang lebih khusus yang mereka sebut sebagai kelompok  garis keras.
3.      Mitra  yang layak jadi teman AS di dunia Islam: akademis dan intelktual Muslim  yang liberal dan sekuler, mahasiswa muda religius yang moderat,  komunitas aktivis, organisasi-organisasi yang mengkampanyekan persamaan  gender, dan wartawan dan penulis  moderat. Mereka ini dinilai mampu  memberikan dampak perang pemikiran secara cepat di tengah masyarakat.
D.    Tajuk/Rubrik “Daerah Berani, Pusat Lunglai”
Dalam  tajuk ini isi yang disampaikannya, pemerintah SBY meminta dialog lagi,  sementara daerah langsung larangan Ahmadiyah. Dialog panjang antara  Bakorpakem, MUI, dan Ahmadiyah sudah pernah dilaksanakan pada tahun  2007. Dialog itu berlangsung hingga tujuh putaran. Dari dialog itu  lahirlah 12 butir penjelasaan dari jamaah Ahmadiyah. Bakorpakem memantau  12 butir penjelasan pengurus besar Ahmadiyah. 
Pemantauan  dilakukan di 55 lokasi di 33 kabupaten/kota semata 3 bulan. 35 pemantau  beretemu 277 Ahmadi sebutan penganut Ahmadiyah. Hasilnya, ahmadiyah  menyimpang dan tak berubah.[5] Penjelasan PB JAI bohong belaka. Bakopakem akhirnya sampai pada  kesimpulan Ahmadiyah SKB tiga menteri tahun 2008. Bahkan Bakopakem  menegaskan tidak ada lagi negosiasi.
Beda  dengan pusat,pemerintah daerah jauh lebih maju dalam menyikapi  Ahmadiyah. Pemerintah Sumatera Selatan 2008 melarang Ahmadiyah di  wilayahnya. Pelarangan itu tertuang dalam keputusan Gubernur Sumsel  Mahyudin MS No 563/KPT/BAN.KESBANGPOL & LINMAS/2008. Banten membuat  larangan bagi Ahmadiyah dalam bentuk Peraturan Daerah. Pandeglang  melakukan pelarangan Ahmadiyah dengan peraturan Bupati No 5 tahun 2011,  yang mulai berlaku sejak Senin 21 Februari. Tetangga Pandeglang  kabupaten Lebak menertibkan peraturan daerah tentang ajaran Ahmadiyah.   Sementara Samarinda, Klimantan Timur. Wali Kota Samarinda memberi waktu  1*24 jam bagi pengikut Ahmadiyah kegiatan anda ditutup tanpa dialog.  
            Pesan-pesan dari “Daerah Berani, Pusat Lunglai”
1.      Pemerintah  tidak tegas untuk masalah Ahmadiyah, terutama Presiden SBY meminta  untuk berdialog lagi, pada hal itu pernah dilakukan. Hanya  membuang-buang waktu, tenaga saja. Karena sudah jelas-jelas dialog  panjang antara Bakorpakem, MUI, dan Ahmadiyah tahun 2007 dengan  melakukan pemantauan dan hasilnya Ahmadiyah menyimpang.
2.      Pemerintah  tak berniat membubarkan ahmadiyah seperti tuntutan para ulama dan kaum  muslim. Paling tidak ini terlihat dari perintah presiden SBY kepada para  menterinya untuk berdialog dengan penganut ahmadiyah guna mencari  solusi terkai keberadaan aliran tersebut.
 

 
 
No comments:
Post a Comment